Struktur
bangunan pada umumnya terdiri dari struktur bawah (lower structure)dan
struktur atas (upper structure). Struktur bawah (lower
structure) yang dimaksud adalah pondasi dan struktur bangunan yang berada
di bawah permukaan tanah, sedangkan yang dimaksud dengan struktur atas (upper
structure) adalah struktur bangunan yang berada di atas permukaan tanah seperti
kolom, balok, plat, tangga. Setiap komponen tersebut memiliki fungsi yang
berbeda-beda di dalam sebuah struktur.
Suatu
bangunan gedung beton bertulang yang berlantai banyak sangat rawan terhadap
keruntuhan jika tidak direncanakan dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan
suatu perencanaan struktur yang tepat dan teliti agar dapat memenuhi kriteria
kekuatan (strenght), kenyamanan (serviceability), keselamatan (safety), dan
umur rencana bangunan (durability).
Perencanaan
struktur atas harus mengacu pada peraturan atau pedoman standar yang mengatur
perencanaan dan pelaksanaan bangunan beton bertulang, yaitu Standar Tata Cara
Penghitungan Struktur Beton nomor: SK SNI T-15-1991-03, Peraturan Pembebanan
Indonesia untuk Gedung 1983, Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk
Gedung tahun 1983, dan lain-lain (Istimawan, 1999).
Struktur Atas (Upper Structure)
Bangunan
Struktur Atas (Upper Structure) berfungsi untuk menampung beban-beban yang
ditimbulkan oleh lalu lintas orang, kendaraan, dan lain sebagainya. Bangunan
atas biasanya terdiri dari pelat, lapisan permukaan jalan, dan gelagar dari
jembatan
Rangka
bangunan adalah bagian dari bangunan yang merupakan struktur utama pendukung
berat bangunan dan beban luar yang bekerja padanya. Rangka bangunan untuk
bangunan bertingkat sederhana atau bertingkat rendah, umumnya berupa struktur
rangka portal (frame structure). Struktur ini berupa kerangka yang terdiri dari
kolom dan balok yang merupakan rangkaian yang menjadi satu kesatuan yang kuat.
Kolom portal
harus dibuat menerus dari lantai bawah sampai lantai atas, artinya letak
kolom-kolom portal tidak boleh digeser pada tiap lantai, karena hal ini akan
menghilangkan sifat kekakuan dari struktur rangka portalnya. Jadi harus
dihindarkan denah kolom portal yang tidak sama untuk tiap-tiap lapis lantai.
Ukuran kolom makin keatas boleh makin kecil. Perubahan dimensi kolom harus
dilakukan pada lapis lantai agar pada satu lajur kolom mempunyai kekakuan yang
sama.
Balok portal
merangkai kolom-kolom menjadi satu kesatuan. Balok menerima seluruh beban dari
plat lantai dan meneruskan ke kolom-kolom pendukung. Hubungan balok dan kolom
adalah jepit-jepit, yaitu suatu sistem dukungan yang dapat menahan Momen, Gaya
vertikal dan Gaya horisontal. Untuk menambah kekakuan balok, dibagian pangkal
pada pertemuan dengan kolom boleh ditambah tebalnya.
Rangka portal harus direncanakan dan diperhitungkan kekuatannya terhadap beban-beban sebagai berikut :
Rangka portal harus direncanakan dan diperhitungkan kekuatannya terhadap beban-beban sebagai berikut :
·
Beban mati, dinyatakan dengan lambang : M
·
Beban hidup, dinyatakan dengan lambang : H
·
Beban angin, dinyatakan dengan lambang : A
·
Beban gempa, dinyatakan dengan lambang : G
·
Beban khusus, dinyatakan dengan lambang :
K
Kombinasi pembebanan :
Pembebanan
tetap
: M + H
Pembebanan
sementara : (M + H) + A
Atau : (M + H) + G --->>>
(dipilih pengaruh mana yang lebih besar)
Pembebanan
khusus
: (M + H) + K
Atau
: (M + H) + A + K
Atau
: (M + H) + G + K
Untuk
merencanakan dan menghitung kekuatan suatu konstruksi bangunan dipakai
pembebanan tetap yang terberat. Setelah diproses ukuran dari konstruksi
portalnya berdasarkan tegangan ijin bahan, langkah selanjutnya adalah
mengadakan hitungan kontrol terhadap beban sementara atau beban khusus, dipilih
pengaruh mana yang lebih membahayakan konstruksi. Apabila pada hitungan kontrol
ternyata konstruksi tidak aman terhadap beban sementara, maka ukuran konstruksi
tersebut harus diperbesar lagi. Jadi suatu konstruksi bangunan harus aman dan
mampu mendukung beban tetap, beban sementara dan atau beban khusus.
Pengertian Beban :
Ø
Beban mati adalah berat dari semua bagian
bangunan yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, pekerjaan
pelengkap (finishing), serta alat atau mesin, yang merupakan bagian tak
terpisahkan dari rangka bangunannya.
Ø
Beban hidup adalah berat dari penghuni dan
atau barang-barang yang dapat berpindah, yang bukan merupakan bagian dari
bangunan. Pada atap, beban hidup termasuk air hujan yang tergenang.
Ø
Beban angin adalah beban yang bekerja pada
bangunan atau bagiannya, karena adanya selisih tekanan udara (hembusan angin
kencang).
Ø
Beban gempa adalah besarnya getaran
yang terjadi di dalam struktur rangka bangunan akibat adanya gerakan tanah oleh
gempa, dihitung berdasarkan suatu analisa dinamik
Ø
Beban khusus adalah beban kerja yang
berasal dari adanya selisih suhu, penurunan pondasi, susut bahan, gaya rem dari
kran, getaran mesin berat.
Beban-beban
yang bekerja pada struktur seperti beban mati (dead load), beban hidup (live
load), beban gempa (earthquake), dan beban angin (wind load) menjadi bahan
perhitungan awal dalam perencanaan struktur untuk mendapatkan besar dan arah
gaya-gaya yang bekerja pada setiap komponen struktur, kemudian dapat dilakukan
analisis struktur untuk mengetahui besarnya kapasitas penampang dan tulangan
yang dibutuhkan oleh masing-masing struktur (Gideon dan Takim, 1993).
Komponen-Komponen
Struktur Bagian Atas
1.
Kolom
Kolom
merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan penting dari suatu
bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang
dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh
total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko, 1996). Fungsi kolom
adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi. Bila diumpamakan,
kolom itu seperti rangka tubuh manusia yang memastikan sebuah bangunan berdiri.
Kolom termasuk struktur utama untuk meneruskan berat bangunan dan beban lain
seperti beban hidup (manusia dan barang-barang), serta beban hembusan angin.
Kolom berfungsi sangat penting, agar bangunan tidak mudah roboh.
SK SNI
T-15-1991-03 mendefinisikan kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas
utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak
ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral.
Struktur
dalam kolom dibuat dari besi dan beton. Keduanya merupakan gabungan antara
material yang tahan tarikan dan tekanan. Besi adalah material yang tahan
tarikan, sedangkan beton adalah material yang tahan tekanan. Gabungan kedua
material ini dalam struktur beton memungkinkan kolom atau bagian struktural
lain seperti sloof dan balok bisa menahan gaya tekan dan gaya tarik pada
bangunan.
Jenis-Jenis
Kolom
Menurut
Wang (1986) dan Ferguson (1986) jenis-jenis kolom ada tiga, yaitu :
- Kolom ikat (tie column).
- Kolom spiral (spiral column).
- Kolom komposit (composite column).
Dalam buku struktur beton bertulang
(Istimawan Dipohusodo, 1994), ada
tiga jenis kolom beton bertulang yaitu :
- Kolom menggunakan pengikat sengkang
lateral. Kolom ini merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang
tulangan pokok memanjang, yang
pada jarak spasi tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah lateral.
Tulangan ini berfungsi untuk memegang tulangan pokok memanjang agar tetap
kokoh pada tempatnya.
- Kolom menggunakan pengikat spiral.
Bentuknya sama dengan yang pertama hanya saja sebagai pengikat tulangan
pokok memanjang adalah tulangan spiral yang dililitkan keliling membentuk
heliks menerus di sepanjang kolom. Fungsi dari tulangan spiral adalah
memberi kemampuan kolom untuk menyerap deformasi cukup besar sebelum
runtuh, sehingga mampu mencegah terjadinya kehancuran seluruh struktur
sebelum proses redistribusi momen dan tegangan terwujud.
- Struktur kolom komposit, merupakan
komponen struktur tekan yang diperkuat pada arah memanjang dengan gelagar
baja profil atau pipa, dengan atau tanpa diberi batang tulangan pokok
memanjang.
2. Balok
Dalam sebuah sistem struktur,
terdapat beberapa elemen-elemen yang saling merangkai membentuk sebuah kesatuan
unit konstruksi. Bagian struktur umumnya berbentuk lurus, kecuali bagian
struktur yang berbentuk struktur pelengkung dan juga rangka batang.
Bagian elemen struktur yang lurus dan terbebani secara transversal disebut
balok. Disebut terbebani secara transversal karena elemen ini biasanya
terbebani oleh gaya dari berbagai arah yaitu gaya vertikal, horizontal dan
momen. Biasanya pada bangunan gedung, elemen balok akan menerima beban dari
pelat lantai yang diatasnya dan kemudian disalurkan ke kolom.
Balok dapat memiliki banyak nama,
seperti balok anak (joist), balok utama (girder), kasau atau usuk (rafter), dan
purlin. Balok dapat menumpu gaya-gaya aksial. Apabila gaya aksial tersebut
merupakan gaya dalam yang berupa gaya tekan, maka elemen struktur itu disebut
dengan istilah balok-kolom. Balok menumpu beban-beban dalam sebuah jarak
tertentu yang disebut bentang. Beban-beban balok dapat merupakan sebuah gaya
terpusat, atau sebuah beban yang merata pada beberapa ataupun seluruh bagian
dari balok.
Salah satu perkembangan dari
elemen balok yang ada sekarang adalah balok tinggi. Balok tinggi adalah balok
yang mempunyai rasio bentang (L) dan tinggi balok (H) yang kecil. Perilaku dan
karakteristik balok tinggi sangat berbeda dengan perilaku dan karakteristik
balok yang mempunyai perbandingan normal. Pada balok tinggi akan dominan
terjadi keruntuhan akibat tegangan geser. Balok tinggi dapat dipakai sebagai
struktur pengaku / bressing pada bangunan gedung tinggi. Selain itu,
balok tinggi juga dapat digunakan sebagai gelagar melintang yang diletakkan di
atas pierjembatan (pier cap).
3. Plat
Lantai
Plat
lantai adalah lantai yang tidak terletak di atas tanah langsung, jadi merupakan
lantai tingkat. Plat lantai ini didukung oleh balok-balok yang bertumpu pada
kolom-kolom bangunan.
v Ketebalan
plat lantai ditentukan oleh :
a.
Besar lendutan yang diijinkan
b.
Lebar bentangan atau jarak antara balok-balok
pendukung
c.
Bahan konstruksi dan plat lantai
v Berdasarkan
aksi strukturalnya, pelat dibedakan menjadi empat (Szilard, 1974)
a.
Pelat kaku
b.
Membran
c.
Pelat flexibel
d.
Pelat tebal
v Bahan
untuk Plat lantai dapat dibuat dari :
a.
Plat Lantai Kayu
b.
Plat Lantai Beton
c.
Plat Lantai Yumen ( Kayu Semen )
v Sistem
plat lantai
a.
Sistem Pelat SatuSistem
b.
Pelat Dua Arah
4.
Tangga
Tangga
merupakan suatu komponen struktur yang terdiri dari plat, bordes dan anak
tangga yang menghubungkan satu lantai dengan lantai di atasnya. Tangga
mempunyai bermacam-macam tipe, yaitu tangga dengan bentangan arah horizontal,
tangga dengan bentangan ke arah memanjang, tangga terjepit sebelah (Cantilever
Stairs) atau ditumpu oleh balok tengah., tangga spiral (Helical Stairs), dan
tangga melayang (Free Standing Stairs).
·
Bagian-Bagian struktur tangga :
a.
Ibu Tangga
b.
Anak Tangga
·
Jenis-jenis tangga menurut strukturnya :
a.
Tangga Plat
b.
Tangga Balok
c.
Tangga kantilever
5.
Dinding Geser
Dinding Geser (shear wall) adalah
suatu struktur balok kantilever tipis yang langsing vertikal, untuk digunakan
menahan gaya lateral. Biasanya dinding geser berbentuk persegi panjang, Box
core suatu tangga, elevator atau shaft lainnya. Dan biasanya diletakkan di
sekeliling lift, tangga atau shaft guna menahan beban lateral tanpa mengganggu
penyusunan ruang dalam bangunan.
6. Atap
Atap adalah bagaian paling atas dari suatu bangunan, yang melilndungi gedung
dan penghuninya secara fisik maupun metafisik (mikrokosmos/makrokosmos).
Permasalahan atap tergantung pada
luasnya ruang yang harus dilindungi, bentuk dan konstruksi yang dipilih, dan
lapisan penutupnya. Di daerah tropis atap merupakan salah satu bagian
terpenting. Struktur atap terbagi menjadi rangka atap dan penopang rangka atap.
Rangka atap berfungsi menahan beban dari bahan penutup. Penopang rangka atap
adalah balok kayu / baja yang disusun membentuk segitiga,disebut dengan istilah
kuda-kuda.
Kontruksi kuda-kuda adalah suatu komponen rangka batang yang berfungsi untuk
mendukung beban atap termasuk juga beratnya sendiri dan sekaligus dapat
memberikan bentuk pada atapnya. Kuda – kuda merupakan penyangga utama pada
struktur atap. Umumnya kuda-kuda terbuat dari :
·
Kuda-kuda kayu
Digunakan
sebagai pendukung atap dengan bentang sekitar 12 m.
·
Kuda-kuda bambu
Pada
umumnya mampu mendukun beban atap sampai dengan 10 m.
·
Kuda-kuda baja
Sebagai
pendukung atap, dengan sistem frame work atau lengkung dapar mendukung beban
atap sampai beban atap sampai dengan bentang 75 m, seperti pada hanggar
pesawat, stadion olahraga, bangunan pabrik, dan lain-lain.
·
Kuda-kuda dari beton bertulang
Dapat
digunakan pada atap dengan bentang sekitar 10 hingga 12 m.
Pada
dasarnya konstruksi kuda-kuda terdiri dari rangkaian batang yang selalu
membentuk segitiga. Kuda-kuda diletakkan di atas dua tembok selaku tumpuannya.
Perlu diperhatikan bahwa tembok diusahakan tidak menerima gaya horizontal
maupun momen, karena tembok hanya mampu menerima beban vertikal saja. Kuda-kuda
diperhitungkan mampu mendukung beban-beban atap dalam satu luasan atap
tertentu. Beban-beban yang dihitung adalah beban mati (yaitu berat penutup
atap, reng, usuk, gording, kuda-kuda) dan beban hidup (angin, air hujan, orang
pada saat memasang/memperbaiki atap).
Struktur bawah gedung umumnya terdapat
beberapa pekerjaan, yaitu:
Pondasi (pancang, bore pile, telapak,
dll)
Galian tanah
Pile cap dan sloof
Raft Fondation (jika ada)
Dinding penahan tanah / retaining wall
Waterproofing (umumnya waterproofing
membrane atau integral)
Urug tanah kembali dan pemadatan tanah
1.
Pondasi
Pengertian umum untuk Pondasi adalah
Struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah, atau
bagian bangunan yang terletak di bawah permukaan tanah yang mempunyai fungsi
memikul beban bagian bangunan lainnya di atasnya. Pondasi harus diperhitungkan
untuk dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap beratnya sendiri, beban -
beban bangunan (beban isi bangunan), gaya-gaya luar seperti: tekanan
angin,gempa bumi, dan lain-lain. Disamping itu, tidak boleh terjadi penurunan
level melebihi batas yang diijinkan.
Agar kegagalan fungsi pondasi dapat
dihindari, maka pondasi bangunan harus diletakkan pada lapisan tanah yang cukup
keras, padat, dan kuat mendukung beban bangunan tanpa menimbulkan penurunan
yang berlebihan. Pondasi merupakan bagian struktur dari bangunan yang sangat
penting, karena fungsinya adalah menopang bangunan diatasnya, maka proses
pembangunannya harus memenuhi persyaratan utama sebagai berikut:
a.
Cukup kuat menahan muatan geser akibat muatan
tegak ke bawah.
b.
Dapat menyesuaikan pergerakan tanah yang tidak
stabil (tanah gerak).
c.
Tahan terhadap pengaruh perubahan cuaca.
d.
Tahan terhadap pengaruh bahan kimia Jenis-jenis
struktur bawah (Pondasi).
Secara umum jenis-jenis struktur bawah
(pondasi) dibagi menjadi 3 bagian, yaitu
pondasi dangkal, sumuran, dan pondasi
dalam.
1. Pondasi dangkal
Yang
dimaksud pondasi dangkal adalah apabila kedalaman alas pondasi (Df) dibagi lebar
terkecil alas pondasi (B) kurang dari 4, (Df/B < 4). Jenis pondasi ini
digunakan apabila letak tanah baik (kapasitas dukung ijin tanah > 2,0
kg/cm2) relatif dangkal (0,6-2,0 m)
2. Pondasi dalam
Apabila
lapisan atas berupa tanah lunak dan terdapat lapisan tanah yang keras yang
dalam maka dibuat pondasi tiang pancang yang dimasukkan ke dalam
sehinggamencapai tanah keras (Df/B >10 m), tiang-tiang tersebut disatukan
oleh poer/pile cap.
Struktur
bawah bangunan pondasi terdiri dari pondasi dan tanah pendukung pondasi.
Pondasi berfungsi untuk mendukung seluruh beban bangunan dan meneruskan beban
bangunan tersebut kedalam tanah dibawahnya. Suatu sistem pondasi harus dapat
menjamin, harus mampu mendukung beban bangunan diatasnya, termasuk gaya-gaya
luar seperi gaya angin, gempa, dll. Untuk itu pondasi haruslah kuat, stabil,
aman, agar tidak mengalami penurunan, tidak mengalami patah, karena akan sulit
untuk memperbaiki suatu sistem pondasi. Akibat penurunan atau patahnya pondasi,
maka akan terjadi :
a.
Kerusakan pada dinding, retak-retak, miring
dan lain –lain
b.
Lantai pecah, retak, bergelombang
c.
Penurunan atap dan bagian-bagian bangunan
lain.
Suatu sistem pondasi harus dihitung
untuk menjamin keamanan, kestabilan bangunan diatasnya, tidak boleh terjadi
penurunan sebagian atau seluruhnya melebihi batas-batas yang diijinkan.
Pembuatan pondasi dihitung berdasarkan hal-hal berikut :
a. Berat
bangunan yang harus dipikul pondasi berikut beban-beban hidup, mati serta
beban-beban lain dan beban- beban yang diakibatkan gaya-gaya eksternal.
b. Jenis
tanah dan daya dukung tanah.
c. Bahan
pondasi yang tersedia atau mudah diperoleh di tempat.
d. Alat dan
tenaga kerja yang tersedia.
e. Lokasi dan
lingkungan tempat pekerjaan.
f.
Waktu dan biaya pekerjaan.
Hal yang juga penting berkaitan dengan
pondasi adalah apa yang disebut soil investigation , atau penyelidikan tanah.
Pondasi harus diletakkan pada lapisan tanah yang cukup keras dan padat. Untuk
mengetahui letak/kedalaman tanah keras dan besar tegangan tanah/ daya dukung
tanah, maka perlu diadakan penyelidikan tanah, yaitu dengan cara :
a. Pemboran
(drilling) : dari lubang hasil pemboran (bore holes), diketahui contoh-contoh
lapisan tanah yang kemudian dikirim ke laboraturium mekanika tanah.
b. Percobaan
penetrasi (penetration test) : yaitu dengan menggunakan alat yang disebut
sondir static penetrometer. Ujungnyaberupa conus yang ditekan masuk kedalam
tanah, dan secara otomatis dapat dibaca hasil sondir tegangan tanah (kg/cm2).
2. GalianTanah
Galian
tanah untuk pondasi dan galian-galian lainnya harus dilakukan menurut ukuran
dalam, lebar dan sesuai dengan peil-peil yang tercantum pada gambar. Semua
bekas-bekas pondasi bangunan lama dan akar-akar pohon yang terdapat pada bagian
pondasi yang akan dilaksanakan harus dibongkar dan dibuang. Bekas-bekas pipa
saluran yang tidak dipakai harus disumbat.
Apabila
pada lokasi yang akan dijadikan bangunan terdapat pipa air, pipa gas, pipa-pipa
pembuangan, kabel-kabel listrik, telepon dan sebagainya yang masih
dipergunakan, maka secepatnya diberitahukan kepada Konsultan Manajemen
Konstruksi atau instansai yang berwenang untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk
seperlunya.
Pelaksana
Pekerjaan/ Kontraktor bertanggung jawab penuh atas segala kerusakan-kerusakan
sebagai akibat dari pekerjaan galian tersebut. Apabila ternyata penggalian
melebihi kedalaman yang telah ditentukan, maka Kontraktor harus mengisi/
mengurangi daerah tersebut dengan bahan-bahan yang sesuai dengan syarat-syarat
pengisian bahan pondasi yang sesuai dengan spesifikasi pondasi.
Pelaksana
Pekerjaan/ Kontraktor harus menjaga agar lubang-lubang galian pondasi tersebut
bebas dari longsoran-longosoran tanah di kiri dan kanannya (bila perlu
dilindungi oleh alat-alat penahan tanah) dan bebas dari genangan air (bila
perlu dipompa), sehingga pekerjaan pondasi dapat dilakukan dengan baik sesuai
dengan spesifikasi.
Pengisian
kembali dengan tanah bekas galian, dilakukan selapis demi selapis, sambil
disiram air secukupnya dan ditumbuk sampai padat. Pekerjaan pengisian kembali
ini hanya boleh dilakukan setelah diadakan pemeriksaan dan mendapat persetujuan
Konsultan Manajemen Konstruksi, baik mengenai kedalaman, lapisan tanahnya
maupun jenis tanah bekas galian tersebut.
3.
Struktur
Basement
Konstruksi
basement sering merupakan solusi yang ekonomis guna mengatasi keterbatasan
lahan dalam pembangunan gedung. Tapi sebagai struktur bawah tanah, desain
maupun pelaksanaan konstruksi basement perlu dilakukan dengan memperhitungkan
banyak hal. Disamping aspek teknis dari basement itu sendiri, tidak kalah
pentingnya adalah aspek lingkungannya. Mutu pekerjaan pada konstruksi basement akan
sangat mempengaruhi umur dari basement tersebut.
Pengendalian
terhadap mutu terpadu sangat diperlukan untuk mencapai produk konstruksi mutu
tinggi dan dapat diandalkan. Beberapa hal yang berkaitan dengan galian Basement
yang perlu diperhatikan adalah beban dan metode galian. Beban tersebut biasanya
berupa beban terbagi rata, beban titik, dan beban garis dan beban terbagi rata
memanjang. Sedangkan metode galian dimana dibagi menjadi: open cut, cantilever,
angker, dan strut.
Pemilihan
metode galian disesuaikan dengan perencanaan bangunan dan konsdisi di lapangan.
Pada metode galian basement ada beberapa factor yang perlu diperhatikan antara
lain: jenis tanah, kondisi proyek, muka air tanah, besar tekanan tanah yang
bekerja, waktu pelaksanaan, analisa biaya dan sebagainya.
Beberapa
masalah yang timbul dalam pelaksanaan pembuatan galian basement, seperti
penurunan permukaan tanah disekitar galian yang dapat menyebabkan kerusakan
structural pada bangunan dekat galian, fan retaknya saluran dan sarana yang lain.
Salah satu penyebabnya adalah penurunan permukaan air tanah disekitar galian
akibat pemompaan selama konstruksi. Untuk mencegah masalah yang timbul maka
metode pemilihan dewatering sangan menentukan.